Alasan Pacaran?

Shalom semua!

Di post kali ini aku ingin share tentang apa yang Tuhan bukakan berkaitan dengan hal pasangan hidup, jauh sebelum akhirnya aku bertemu dengan pasangan yang sudah Tuhan siapkan. Mungkin post ini lebih cocok dibaca sama kalian yang lagi menantikan seseorang yang datang untuk nembak atau lamar kamu, atau untuk yang baru patah hati karena putus dari pacarnya cocok juga sih, atau untuk yang masih ragu pacar kamu sekarang ini jodoh kamu atau bukan. Haha Ya masalah-masalah galau semacamnya ya yang melanda anak muda.

Pertama kamu harus tau dulu alasan kamu untuk pacaran atau punya pasangan itu apa. Dulu alasanku pengen punya pacar itu supaya ada orang yang perhatiin lebih. Ya merasa perhatian dari orang tua itu belum cukup gitu, dan pengen dapet ekstra dari orang lain. Perhatian yang kamu harapkan itu bisa macem-macem sih, misalkan nemenin kemana-mana, atau sekedar temen chatting/telponan, temen jalan-jalan, atau perhatian biar makin semangat sekolah/kuliah/kerja (modusnya sih gitu haha). Kamu gitu juga kah? Soalnya kalau gitu juga, hubungan kamu ngga akan bertahan lama.

2 orang yang pacaran karena ingin ‘dipuaskan’ dalam hal pemenuhan kasih itu seperti ilustrasi ini. Coba bayangin ada 2 gelas yang masing-masing hanya terisi setengah, ngga full. Gelas pertama ingin dipenuhi full dengan air, akhirnya menuntut gelas yang kedua untuk mencurahkan airnya ke dia. Dilakukan sih, karena cinta. Tapi setelah itu, gelas kedua akan menuntut hal yang sama kembali. Dia yang ngga bisa lama-lama kosong, minta gelas pertama untuk mencurahkan airnya ke dia dan membuatnya penuh kembali. Nah gawatnya ini akan terus-menerus terjadi tanpa pernah keduanya menjadi sama-sama penuh. Akhirnya? Akhirnya ya cinta itu bukan lagi tentang memberi, tapi tentang menuntut. Untuk ngerti arti ilustrasinya silahkan baca ulang dengan mengganti kata gelas jadi orang, dan kata air jadi cinta.

“Kamu tuh ngga pernah ngertiin aku.” “Kamu bisa ngga sih sekali aja ikutin kemauan aku?” “Kamu ngga sayang ya sama aku?” “Kamu kok ngga pernah ada sih buat aku?” “Kok aku ngga pernah dikasih hadiah sih?” hahaha pernah ngga denger atau mungkin kamu sendiri yang ucapin kalimat-kalimat semacam itu. Itu tuh warning kalau kasih yang ada bukan lagi memberi, tapi menuntut. Which is itu bukan kasih sih. Karena kasih sejati ngga punya tuntutan.

Yang penting dialami oleh 2 orang yang mau menjalin sebuah hubungan itu sebenarnya bukan kebutuhan dipuaskan dalam kasih, tapi kebalikannya, kepenuhan akan kasih. Sehingga hubungan jadi salah satu sarana untuk menyalurkan kasih yang berlimpah. Hubungan yang seperti ini digerakkan oleh kasih yang memberi, bukan menuntut.

Gimana caranya kita dipenuhi dengan kasih? Dengan diisi kasih oleh Sumber Kasih. Kembali ke ilustrasi 2 gelas tadi. Sebenarnya mudah aja kan caranya supaya kedua gelas ini sama-sama penuh, diisi aja sama air dari kran, sumber air. 2 orang yang akan menjalin hubungan, sebelumnya harus penuh dulu. Caranya ya minta dipenuhi oleh Sang Sumber Kasih. Siapakah Sumber Kasih? Allah.

Tidak ada satupun yang bisa memenuhi kebutuhan kasih dalam hidupmu, selain Allah. Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:7-8). Sekalipun Allah terus-menerus mengasihi kita, Dia tetap kasih, tidak berkurang. Dan mereka yang merasakan kasih-Nya, tidak akan berkekurangan lagi.

Yohanes 4:13-14

Jawab Yesus kepadanya: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.”

‘Air hidup’ yang berasal dari Allah bukan hanya menjadikan kita tidak haus lagi untuk selama-lamanya, tapi juga akan memancar keluar menjadi mata air. Hebat kan! Ngga ada air macam ini yang diberikan oleh manusia. Kasih dari manusia sesaat menyenangkan kita, namun setelah itu kita akan kekurangan lagi dan lagi. Menuntut lagi dan lagi. Pacaran yang gayanya seperti ini ngga akan bertahan lama. Kalaupun ditahan-tahanin pasti banyak banget pertentangan melawan diri sendiri. Dan itu jelas ngga enak. Kamu mau menghabiskan sepanjang hidupmu dengan cara hidup yang seperti ini? Aku sih ngga mau hehe

Nah, pandanganku tentang hubungan dengan pasangan itu berubah waktu aku mulai ketemu sama Sang Sumber Kasih ini. Itu bener-bener ngerasa full, dan ngga perlu lagi cari-cari kasih dari sesama ‘gelas’ lain. Malah bisa aku bilang, aku ngga ngebet gitu sih buat punya pasangan cepet-cepet. Aku ingin menikmati kepuasan di dalam Allah itu.

Aku mulai isi hari-hariku untuk menyalurkan kasih yang dilimpahkan Allah. Ke Allah itu sendiri, orang tua, keluarga, saudara-saudara, temen-temen, bahkan orang yang awalnya ngga kukenal. Kasih itu otomatis mengalir keluar, seperti mata air yang Yesus sebutkan di Injil Yohanes tadi. Aku ngga lagi hidup mengemis-ngemis perhatian, tapi justru ingin memperhatikan hidup orang lain. Akhirnya begitu tenggelam dalam pelayanan. Menyenangkan banget! Selain hidup yang ngga menuntut, hidup juga jadi berarti.

Aku saranin sih, ngga usah khawatir tentang pasangan hidup selama kita dekat sama Allah. Allah akan kasih orang yang tepat di waktu yang tepat kok. Dari awal emang Allah yang berinisiatif menciptakan manusia berpasang-pasangan. Inget cerita Adam dan Hawa kan?

Sebelum Hawa diciptakan Allah, Adam kan sendirian ya sebagai manusia, yang lainnya binatang dan tumbuhan. Ya kali Adam inisiatif nyari pasangan dulu untuk hidupnya, mendahului Allah. Yang ada nanti ceritanya berubah, Adam menikah sama gajah atau sama pohon mangga. Haha Tapi kan Allah yang melihat hidup Adam berkenan pada-Nya, lalu memberikan Adam seorang pasangan untuk hadir sebagai penolong, yaitu Hawa.

Jadi menunggu pasangan yang tepat dari Tuhan itu bukan mitos kok. Banyak murid-murid Kristus yang berserah penuh dan menikmati dulu hubungannya sama Tuhan, lalu Tuhan yang datangkan pasangan yang tepat ke hidupnya. Tanpa perlu ikut kontak jodoh, atau buka sayembara (lebay sih), atau PDKT sana-sini.

Aku mulai sungguh-sungguh melayani Tuhan ketika aku semester 1 kuliah. Sampai tingkat akhir aku ngga pernah mikirin tentang pasangan hidup, karena saking menikmati hubungan bersama Tuhan. Aku juga ngga punya target mau menikah di umur berapa, walau Tuhan kayak kasih ‘kesan’ kalau aku akan menikah di sekitaran umur 23/24. Tapi itu selintas aja dan ngga pernah dianggap serius hehe

Sampai ketika di semester 7, kok aku ngrasa Tuhan banyak bicara tentang mendoakan pasangan hidup. Seakan-akan Tuhan kasih warning untuk mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri lho ya, bukan mencari-cari siapa orangnya. Aku mulai berdoa ketika itu supaya Tuhan bentuk dan siapkan hidupku kalau memang Tuhan mau kasih pasangan hidup dalam waktu dekat. Doaku lebih ke supaya alasanku menjalin hubungan nanti bukan karena kedagingan dan ingin diperhatikan, tapi ya supaya murni menghidupi panggilan Tuhan untuk berpasangan.

Berpasangan itu juga panggilan lho. Tuhan peduli terhadap siapa pasangan kita. Karena Dia ingin lewat hubungan ini, kita semakin dekat dengan-Nya dan mencapai tujuan ilahi masing-masing kita di dalam Dia. Jadi ini bukan tentang coba-coba atau cari-cari orang yang cocok sama kepribadian kita. Ngga, hubungan di dalam Tuhan ngga seremeh itu ya.

Sebenarnya di dalam alkitab sendiri ngga ada istilah pacaran, yang ada istilah tunangan. Jelas pertunangan itu arahnya ke pernikahan. Pacaran yang putus-nyambung, atau ganti-ganti kayak trial and error itu ngga alkitabiah sebenarnya. Itu dunia yang ada-adain. Di mata Tuhan, hubungan itu merajuk ke pernikahan. Dan pernikahan itu kudus di hadapan-Nya. Jadi kalau kita mau hidup sesuai firman dan hati Tuhan, jangan ikutin ajaran dunia. Dunia ajarin pacaran untuk memenuhi kebutuhan kasih, lalu untuk ‘seleksi’ orang-orang sampai nemu yang ‘klik’, lalu ngga harus menuju ke pernikahan, lalu melanggar kekudusan. Wah jackpot deh hahaa

Nilai di dalam kita orang percaya harus berbeda. Kita punya Allah yang begitu dekat dan mengasihi kita. Ngga seharusnya kita mengkerdilkan tujuan Allah menciptakan kita berpasang-pasangan.

Markus 10:6-8

Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.

Dari ayat di atas itu kita bisa lihat rumus pernikahan kristen lho, yaitu 1+1=1. Pernikahan yang dirancangkan Allah itu bukan ½ + ½ = 1. Dua orang yang layak dipersatukan dalam pernikahan harus utuh, bukan ‘setengah’.

Jadi, percaya deh sebuah hubungan itu ngga baik kalau kita jalani tanpa terlebih dahulu merasakan kepenuhan di dalam Tuhan. Nikmati Tuhan dulu secara utuh. Dan lihat, tanpa perlu kalian cari-cari, Tuhan sendiri yang akan datangkan pasangan untukmu. Pasangan yang terbaik. Dan di waktu yang terbaik 🙂


Leave a comment